Senin, 30 Juli 2012

Prof. Bahtiar Tanya Tanggung Jawab Moral Jokowi dan Ahok

Dua pekan sudah putaran pertama pemilihan gubernur DKI Jakarta berlalu. Pasangan Joko Widodo dan Basuki Tjahja Purnama yang didukung PDI Perjuangan dan Partai Gerindra keluar sebagai pemenang diikuti sang incumbent Fauzi Bowo yang berpasangan dengan Nachrowi Ramli.
Kedua pasangan ini akan bertemu kembali pada putaran final tanggal 20 September nanti.
Terlepas dari hasil putaran pertama, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Prof. Bahtiar Effendy, menilai ada dua keanehan dalam pemilihan yang diikuti enam pasang cagub-cawagub tersebut.
Pertama, bagaimana mungkin pemilih harus merupakan warga Jakarta yang dibuktikan dengan kepemilikan KTP Jakarta. Sementara di antara kandidat yang dipilih ada yang bukan merupakan warga Jakarta dan tidak memiliki KTP Jakarta.
"Ini kan di luar akal sehat," ujar Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah itu di ruang kerjanya, Jumat siang (27/7).
Keanehan kedua, masih menurut Bahtiar Effendy, berkaitan dengan pertanggungjawaban moral kandidat-kandidat yang meninggalkan pos politik terdahulu mereka untuk memperebutkan kekuasaan di Jakarta.
Hal ini dilakukan oleh Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin, Walikota Solo Joko Widodo dan anggota Komisi II DPR RI Basuki Tjahja Purnama alias Ahok yang karena dicalonkan Partai Gerindra akhirnya meninggalkan Partai Golkar yang mendukungnya di Pemilu 2009.
"Kalau demokrasi dipraktikkan dengan cara seperti ini akan rusak. Karena Alex Noerdin, Jokowi dan Basuki punya kontrak politik dengan para pemilih mereka, dan mereka meninggalkannya," ujar Bahtiar Effendi lagi.
"Pertanggungjawaban legal memang tidak ada karena UU tidak melarang. Tetapi pertanggungjawaban moralnya mana? Kalau dibiarkan, format demokrasi kita akan rusak semua," demikian Bahtiar Effendy.

moral politik jokowi-ahok

Tidak ada komentar:

Posting Komentar